marqaannews.netPada awal Februari 2025, mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menyatakan keinginan Amerika Serikat untuk mengambil alih Gaza. Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah wawancara eksklusif dengan salah satu stasiun televisi terkemuka di Amerika Serikat. Meskipun pernyataan ini mendapat kecaman dari berbagai negara dan organisasi internasional, Trump tetap bersikukuh dengan pendiriannya.

Gaza, yang merupakan wilayah kecil di tepi Mediterania, telah menjadi pusat konflik selama beberapa dekade. Wilayah ini dikuasai oleh Hamas sejak 2007 dan sering menjadi tempat bentrokan antara Israel dan Palestina. Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Trump, telah menunjukkan dukungan kuat kepada Israel, termasuk pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada 2017.

Dalam wawancara tersebut, Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat memiliki kepentingan strategis di Gaza dan bahwa pengambilalihan wilayah tersebut akan membawa stabilitas di kawasan. “Kita harus mengambil alih Gaza untuk membawa perdamaian dan stabilitas. Kita memiliki kekuatan dan sumber daya untuk melakukannya,” ujar Trump.

Pernyataan Trump segera menuai kecaman dari berbagai negara dan organisasi internasional. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyebut pernyataan Trump sebagai “ancaman serius terhadap perdamaian dan keamanan internasional.” Uni Eropa juga mengeluarkan pernyataan yang mengecam tindakan tersebut, menyatakan bahwa “pengambilalihan Gaza oleh AS akan memperburuk situasi di kawasan dan tidak akan menyelesaikan konflik.”

Jika Amerika Serikat benar-benar mengambil alih Gaza, hal ini dapat memiliki dampak signifikan terhadap dinamika politik dan keamanan di Timur Tengah. Pengambilalihan ini dapat memicu konflik baru antara Israel dan Palestina, serta meningkatkan ketegangan antara Amerika Serikat dengan negara-negara Arab dan Iran. Selain itu, langkah ini juga dapat memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza, yang telah lama menderita akibat blokade dan konflik.

Para analis politik menganggap pernyataan Trump sebagai strategi untuk memobilisasi dukungan dari basis pemilihnya menjelang pemilu mendatang. Namun, langkah ini juga dianggap berisiko tinggi dan dapat merusak hubungan Amerika Serikat dengan sekutu-sekutunya di Timur Tengah. “Trump mungkin mencoba untuk menunjukkan bahwa Amerika Serikat masih memiliki pengaruh besar di kawasan, tetapi ini bisa menjadi bumerang jika tidak dikelola dengan baik,” ujar seorang analis politik dari Universitas Harvard.

Pemerintah Palestina, melalui juru bicara Mahmoud Abbas, menyatakan bahwa “Palestina tidak akan pernah menerima pengambilalihan Gaza oleh Amerika Serikat. Gaza adalah bagian integral dari negara Palestina yang merdeka.” Sementara itu, pemerintah Israel belum memberikan tanggapan resmi, namun beberapa pejabat tinggi Israel menyatakan bahwa “Israel akan mendukung setiap upaya yang membawa stabilitas di kawasan.”

Pernyataan Trump tentang keinginan Amerika Serikat untuk mengambil alih Gaza telah menimbulkan kontroversi dan kecaman dari berbagai pihak. Meskipun pernyataan ini mungkin memiliki tujuan politik dalam negeri, dampak potensialnya terhadap stabilitas kawasan dan hubungan internasional tidak dapat diabaikan. Dunia kini menunggu langkah selanjutnya dari pemerintah Amerika Serikat dan reaksi lebih lanjut dari komunitas internasional.

By marqaan