Serangan Drone Ukraina Terhadap Pangkalan Militer Rusia

Pada awal Mei 2025, Presiden Donald Trump melalui akun spaceman slot Truth Social-nya mengumumkan rencana pemberlakuan tarif 100 % terhadap semua film yang diproduksi di luar Amerika Serikat. Trump menegaskan bahwa industri film AS sedang “mati dengan sangat cepat” karena studio-studio Amerika mengalihkan produksi ke luar negeri—di negara-negara seperti Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru—karena tawaran insentif pajak dan biaya produksi yang lebih rendah .

Kebijakan ini digadang-gadang sebagai upaya America First, mengklaim bahwa film asing juga bisa menjadi instrumen propaganda dan ancaman terhadap keamanan nasional. Trump kemudian menugaskan Departemen Perdagangan dan United States Trade Representative (USTR) untuk merancang langkah tarif tersebut.

Argumentasi Pendukung

  1. Mendukung Industri Domestik
    Dengan membebani film asing, Trump berharap mendorong peningkatan produksi dalam negeri yang sempat merosot sekitar 26 % dibandingkan tahun-tahun sebelumnya . Eksekutif serikat pekerja hiburan menilai bahwa imbalan pajak atau subsidi produksi domestik bisa lebih efektif daripada tarif .
  2. Mengurangi ‘Kebocoran’ Talenta dan Dana ke Luar
    Banyak studio besar – seperti Disney, Warner Bros, dan Netflix – memilih lokasi produksi di luar negeri karena ongkos tekenya lebih murah. Tarif 100 % diharapkan bisa membuat alternatif produksi luar negeri menjadi tidak menarik secara ekonomi.
  3. Pernyataan Nasionalisme Ekonomi
    Trump menekankan bahwa film adalah bagian dari soft power Amerika, dan mengkritik bahwa negara-negara lain menggunakan bumbu insentif untuk “mengambil kemampuan moviemaking” dari AS.

Kritik dan Kekhawatiran

(A) Praktis: Sulit Menentukan Definisi “Film Asing”

Sebagian besar film saat ini adalah ko-produksi internasional, melibatkan talenta, lokasi, dan dana dari berbagai negara. Menentukan mana produksi “asing” dan mana “Amerika” menjadi sulit . Apakah film seperti Mission: Impossible (syuting di UK, Afrika Selatan, Norwegia) akan termasuk tarif? Bahkan selebriti seperti Tom Cruise memilih untuk tidak menanggapi wacana ini demi fokus promosi filmnya.

(B) Dampak Ekonomi Negatif & Respon Global

  • Kenaikan harga tiket: Tarif ganda dikhawatirkan akan dibebankan pada distributor dan bioskop, akhirnya menurunkan jumlah penonton.
  • Balasan dari negara lain: Negara produsen film besar seperti Inggris, Australia, Korea, atau India mungkin akan membalas dengan pembatasan terhadap film Hollywood.
  • Kerusakan pada rantai produksi global: Studio-studio AS bergantung pada fasilitas seperti Pinewood atau Shepperton di Inggris; tarif bisa memaksa mereka memindahkan produksi atau menghentikan proyek.

(C) Risikonya terhadap Inovasi dan Keragaman Budaya

Indie film dan festival seperti Cannes atau Berlin turut terancam. Film non-mainstream yang membawa perspektif budaya unik bisa jadi tidak ada jalannya ke pasar AS, mengeringkan keberagaman sinema lokal.

(D) Legalitas Diragukan

ADA dasar hukum: Amerika menerapkan Berman Amendment (1988) yang melarang pemberlakuan pembatasan perdagangan terhadap “informational materials” seperti film, musik, atau buku (marketwatch.com). Secara normatif, rencana tarif ini berpotensi melanggar undang-undang tersebut.

Lebih lanjut, pada 28 Mei 2025, Mahkamah Perdagangan Internasional AS (CIT) memutuskan bahwa di bawah IEEPA presiden tidak punya wewenang untuk menetapkan tarif impor menggunakan aksi eksekutif. Meskipun keputusan ini sempat ditunda oleh pengadilan banding, putusan tersebut menegaskan tantangan hukum kebijakan ini.

Tanggapan Internasional

  • Inggris: Serikat Bectu dan pelaku industri film menyebut rencana Trump akan menyerang pekerjaan dan ekonomi kreatif mereka .
  • Australia & Selandia Baru: PM Kevin Rudd dan pelaku industri mengingatkan bahwa kartun populer seperti Bluey bisa terkena dampak, menegaskan pentingnya dialog bersama (theaustralian.com.au).
  • Laredo (AS–Meksiko): Komunitas dokumenter memperingatkan risiko terhadap proyek lintas perbatasan, menyebut tarif ini akan memperumit kerja sama kreatif regional .

Di tingkat ekonomi global, Uni Eropa mempertimbangkan tarif balasan, dan beberapa negara siap memperkuat insentif lokal mereka .

Perspektif Opini Publik & Media

  • Media liberal & tokoh hiburan seperti The View mengecam usulan ini sebagai langkah populis yang tidak relevan dengan ekonomi nyata, selain terlalu terfokus pada simbol ketimbang isu fundamental seperti kenaikan harga bahan pokok .
  • Ahli ekonomi dan hukum menyebut ini langkah berbahaya dan “rentan balik dan melemahkan soft power AS” .

Tinjauan Keputusan Hukum Terbaru

Seiring berkembangnya kasus di pengadilan, kebijakan tersebut semakin dipertegas tidak memiliki pijakan hukum yang kuat. Putusan CIT tanggal 28 Mei 2025 menyatakan penggunaan IEEPA untuk menetapkan tarif seperti ini tidak sah. Pemerintah kemudian harus mengajukan banding, namun proses hukum menandakan bahwa langkah Trump sangat mungkin gagal tanpa dukungan kongres konkret .

Kesimpulan

Debat soal tarif 100 % bagi film asing oleh Trump memicu pro dan kontra:

  • Pro: Mendukung produksi lokal dan memperkuat posisi Amerika secara ekonomi budaya.
  • Kontra: Berpotensi menimbulkan efek negatif pada harga konsumen, retaliasi global, kerusakan sinergi film lintas negara, dan dilema hukum besar.

Secara praktis, kebijakan ini belum diberlakukan, dan hambatan hukum dari Berman Amendment serta putusan CID mengisyaratkan bahwa rencana ini sulit diwujudkan tanpa keputusan legislatif yang jelas. Selain itu, respons internasional menunjukkan kemungkinan konflik budaya dan ekonomi yang harus dihadapi.

Ke depan, yang lebih realistis adalah memperkuat insentif produksi domestik, bukan menggunakan tarif pembalasan. Peningkatan dana untuk film AS, perbaikan fasilitas produksi, dan strategi diplomasi budaya global bisa menjadi jalan tengah yang lebih rasional.

By marqaan